Pengarang: Ahmad Tohari
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Ukuran File: 230 KB
Total Diunduh: 26 kali
Kepergian Rasus yang tanpa pamit memberikan luka tersendiri bagi Srintil. Ia merasa telah ditolak oleh lelaki yang dicintainya.
Seiring waktu, ketenaran Srintil sebagai seorang ronggeng mencapai puncaknya. Parasnya yang ayu serta kekenesannya membuat bayarannya menjadi lebih mahal. Di puncak segala ketenaran itu, Srintil merasa kosong. Layaknya seorang wanita, ia menginginkan suami serta anak. Namun sebagai ronggeng, hal tersebut jelas dilarang. Lebih dari itu, ia tidak dapat melupakan Rasus.
Kekosongan itulah yang membuatnya jarang naik pentas lagi. Ia merasa tidak memiliki gairah untuk meronggeng, justru keingannnya untuk hidup berumahtangga; bersuami serta memiliki anak, selalu mengganggunya. Hal itu pula yang membuatnya menyayangi Goder, seorang anak kecil yang mampu membuatnya damai. Keadaan itu terus berlangsung, membuat Srintil jarang pentas dan tak mau lagi melayani lelaki.
Hingga suatu hari datanglah undangan untuk pentas di acara tujuh belas agustusan yang dilaksanakan di kecamatan. Srintil jelas menolak tawaran itu, namun dengan sedikit ancaman mengenai keselamatannya dan keselamatan warga Dukuh Paruk,ia ragu juga. Demi mendapatkan keputusan yang benar, ia berkeliling kampung, lalu berhenti begitu saja di depan rumah Sakum. Ketika ia melihat betapa susahnya hidup Sakum itulah hatinya benar-benar luruh. Sudah ia putuskan: ia tak akan menolak tawaran itu. dari situlah kemudian Srintil tak pernah lagi menolak tawaran pentas, namun untuk melayani lelaki ia tak mau. Ia kini telah menjelma menjadi wanita dewasa yang bermartabat.
Menjelang tahun 1964, perkumpulan ronggeng tersebut sering pentas di bawah perintah Bakar. Bakar sendiri telah dianggap sebagai orang yang mampu memimpin serta mengayomi warga Dukuh Paruk. Kelompok ronggeng Dukuh Paruk yang sesungguhnya tak mengerti apa-apa, senang-senang saja ketika disuruh pentas di berbagai kesempatantermasuk dalam rapat-rapat propaganda yang berlangsung.
Kutukan sepenuhnya harus dilayangkan pada kebodohan orang Dukuh Paruk. Dengan niat ingin mambalas budi baik Bakar, kelompok ronggeng tersebut justru masuk dalam perang politik yang berbahaya di tahun 1965 yang mengakibatkan mereka ditahan. Semua anggota kelompok ronggeng tersebut ditahan. Dua hari kemudian mereka dipulangkan kecuali Srintil.